YOGYAKARTA
– Tim Robot Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta berhasil meraih
medali emas dalam ajang Olimpade Robot Internasional (ORI) ke-13 di
Universitas Tarumanegara, yang digelar 15-17 Desember 2011 lalu.
Olimpade sendiri diikuti sekitar 100 tim
dari 13 negara di dunia. Negara tersebut antara lain dari Kanada, Korea
Selatan, Filipina, Singapura, Jepang, Cina, Indonesia, Malaysia, USA,
New Zealand, dan tiga negara lain.
Tim Robot UGM yang bernama Tim Boyo
Instrument (TBI) ini berhasil menang dalam kategori kreatif robot. Tim
ini membuat dua robot dalam kontes tersebut, yaitu robot
terbang/Quadcopter yang benama Sipitung dan robot mobil/Explorer Bot
yang diberinama Paijo.
“Ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi
kami, karena ternyata UGM bisa mengalahkan tim lain dari negara-negara
lain di dunia,” ungkap Ketua Jurusan Ilmu Komputer dan Elektronika
(JIKE) FMIPA UGM, Jazi Eko Istiyanto.
Menurut dosen pembimbing TBI, Ilona
Usuman, Quadcopter merupakan robot terbang yang dapat membawa muatan
berupa robot mobil. Dua robot ini bisa terbang ke titik-titik bencana
dan memantau kondisi di atasnya. “Ide dasarnya adalah bagaimana kita
bisa menciptakan robot yang bisa memantau apakah ada korban yang selamat
di daerah bencana atau tidak,” jelasnya.
Robot mobil bisa menyelusup ke
puing-puing reruntuhan gedung untuk mendeteksi adanya korban bencana
yang selamat. Dua robot ini didesain untuk mendeteksi korban bencana
akibat gempa dan letusan gunung berapi. “Selama ini, upaya penyelamatan
korban bencana di Indonesia terkendala cuaca sehingga pesawat terbang
biasa tidak bisa menjangkau. Robot ini salah satu solusinya,” kata
Ilona.
Anggota TBI, Christina Antonia LP,
mengatakan kelebihan robot UGM sehingga menang dalam kontes
internasional tersebut, selain bisa terbang, robot ini juga diciptakan
dari bahan daur ulang dengan harga murah. Robot itu juga telah memadukan
dua sensor sekaligus yaitu sensor gyro dan sensor akselerometer.
Gyro merupakan sensor penyetabil dan
refleksi percepatan sudut. Sedangkan sensor akselerometer untuk kontrol
kemiringan yang digunakan untuk robot terbang. “Kita memanfaatkan
bahan-bahan murah yang sudah tidak digunakan seperti alumunium jemuran
dan teralis jendela untuk badan robot terbang. Selain itu batere yang
menggerakkan juga batere jemuran. Hanya sensor elektrik saja yang
menurutnya dibeli dari luar negeri,” papar Christina.
TBI menghabiskan dana sekitar Rp 8,8 juta
untuk membuat robot tersebut. Dan mereka juga tengah berusaha
memperoleh hak paten atas karya ini. (REPUBLIKA.CO.ID)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar